Kamis, 29 April 2010

Terapi Gangguan Konduksi

Program terapi multimodalitas yang menggunakan semua kekuatan keluarga dan masyarakat yang ada kemungkinan memberikan hasil yang terbaik dalam usaha mengendalikan perilaku gangguan konduksi. Tidak ada terapi yang dianggap kuratif untuk keseluruhan spektrum peilaku yang berperan dalam gangguan konduksi. Berbagai terapi kemungkinan membantu untuk komponen tertentu dari gangguan kronik.

Suatu struktur lingkungan dengan aturan yang konsisten dan akibat yang diperkirakan dapat membantu mengendalikan masalah perilaku. Struktur dapat diterapkan pada kehidupan keluarga dalam beberapa kasus, sehingga orang tua menjadi menyadari teknik perilaku dan mampu menggunakannya untuk mendorong perilaku yang sesuai. Keluarga di mana psikopatologi atau stesor lingkungan menghalangi orangtua untuk mencapai teknik tersebut mungkin memerlukan pemeriksaan psikiatrik dan terapi parental sebelum melakukan usaha keras tersebut. Jika keluarga adalah penyiksa atau kacau, anak mungkin harus dipindahkan dari rumah untuk mendapatkan manfaat dari lingkungan yang konsisten dan terstruktur.

Lingkungan sekolah juga dapat menggunakan teknik perilaku untuk mempermudah perilaku yang diterima secara sosial terhadap teman sebaya dan untuk menghentikan kejadian antisosial yang jelas.

Prikoterapi individual berorientasi untuk meningkatkan keterampilan memecahkan masalah dapat berguna, karena anak-anak dengan gangguan konduksi mungkin memiliki pola respon maladaptif terhadap situasi sehari-hari yang telah berlangsung lama. Usia dimana terapi dimulai adalah penting, karena, semakin lama perilaku maladaptif berlangsung, semakin lama berakarnya gangguan.

Medikasi dapat menjadi terapi tambahan yang berguna untuk sejumlah gejala yang sering terjadi pada gangguan konduksi. Agresi eksplosif yang jelas berespon terhadap beberapa medikasi. Antipsikotik, yang jelas adalah haloperidol (Haldol), menurunkan perilaku agresif dan menyerang yang mungkin ditemukan dalam berbagai gangguan. Lithium (Eskalith) memiliki beberapa manfaat dalam terapi agresi didalam atau di luar konteks gangguan bipolar. Beberapa uji coba menyatakan bahwa carbamazepine (Tegretol) mungkin membantu mengendalikan agresi. Penelitian awal terakhir menemukan bahwa clonidine (Catapres) dapat menurunkan agresi.

Karena gangguan konduksi sering terjadi bersama-sama dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, gangguan belajar, dan, dengan berjalannya waktu, gangguan mood dan gangguan berhubungan zat, terapi tiap gangguan penyerta juga dilakukan.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis Gangguan Konduksi

Pada umumnya, anak-anak yang juga memiliki gejala gangguan konduksi pada usia muda, menunjukan paling banyak gejala, dan mengekspresikannya paling sering adalah memiliki prognosis yang buruk. Hal tersebut benar sebagian karena mereka dengan gangguan kondiksu parah tampaknya paling rentan terhadap gangguan lain di kemudian hari kehidupannya, seperti suatu gangguan mood. Gangguan konduksi juga berhubungan dengan gangguan berhubungan zat di kemudian hari. Dapat dikatakan bahwa, semakin banyak gangguan mental penyerta yang diderita seseorang, semakin kacau hidupnya. Laporan terakhir menyatakan bahwa, walaupun perilaku menyerang pada masa anak-anak dan kriminalitas parental meramalkan risiko tinggi untuk penahanan dikemudian hari, diagnosis gangguan konduksi sendiri tidak berhubungan dengan pemenjaraan.

Prognosis baik diramalkan oleh gangguan konduksi ringan, tidak adanya psikopatologi penyerta, dan fungsi intelektual yang normal. Walaupun menilai strategi terapi adalah sulit karena banyak gejala yang terlibat dalam gangguan konduksi, tampaknya lebih sulit untuk merancang program terapi yang efektif untuk mencakup gejala gangguan konduksi dibandingkan untuk agresi yang jelas.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konduksi

A. Pola perilaku yang berulang dan persisten di mana hak dasar orang lain atau norma atau aturan sosial utama yang sesuai dengan usia adalah dilanggar, seperti yang ditunjukan oleh adanya tiga (atau lebih) kriteria berikut selama 12 bulan terakhir, dengan sekurangnya satu kriteria ditemukan dalam 6 bulan terakhir:

Agresi kepada orang dan binatang

(1) Sering membohong, mengancam, atau mengintimidasi orang lain

(2) Sering memulai perkelahian fisik

(3) Telah menggunakan senjata yang menyebabkan bahaya fisik yang serius bagi orang lain (misalnya, pemukul, batu, botol pecah, pisau, pistol)

(4) Telah kejam secara fisik kepada orang lain

(5) Telah kejam secara fisik kepada binatang

(6) Telah mencuri sambil berhadapan dengan korban (misalnya, merampok, menjambret dompet, memeras, perampokan bersenjata)

(7) Telah memaksa orang untuk melakukan aktivitas seksual

Menghancurkan barang milik

(8) Secara sengaja menimbulkan kebakaran dengan tujuan menyebabkan kerusakan yang serius

(9) Secara sengaja menghancurkan barang milik orang lain (selain dari menimbulkan kebakaran)

Tidak jujur atau mencuri

(10) Membongkar masuk ke dalam rumah, bangunan, atau kendaraan orang lain

(11) Sering berbohong untuk mendapatkan barang-barang atau kemurahan hati atau untuk menghindari kewajiban (yaitu, ”memanfaatkan” orang lain)

(12) Telah mencuri barang-barang dengan nilai yang tidak kecil tanpa menghadapi korban (misalnya, mencuri toko, tetapi tanpa merusak dan menyelundupkan; pemalsuan)

Pelanggaran aturan yang serius

(13) Sering tetap di luar pada malam hari walaupun dilarang orang tua, dimulai sebelum usia 13 tahun

(14) Telah melarikan diri dari rumah semalaman sekurangnya dua kali saat tinggal di rumah orang tua atau rumah wali orangtua (atau sekali jika tanpa kembali untuk periode waktu yang lama)

(15) Sering membolos dari sekolah, dimulai sebelum usia 13 tahun

B. Gangguan perilaku menyebabkan gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.

C. Jika individu adalah berusia 13 tahun atau lebih, tidak memenuhi kriteria untuk gangguan kepribadian antisosial.

Sebutkan tipe berdasarkan onset usia:

Tipe onset masa anak-anak: onset sekurangnya satu kriteria karakteristik untuk gangguan konduksi sebelum usia 10 tahun.

Tipe onset masa remaja: tidak adanya kriteria karakteristik untuk gangguan konduksi sebelum usia 10 tahun.

Sebutkan keparahan:

Ringan: beberapa jika ada masalah konduksi yang melebihi yang diperlukan untuk membuat diagnosis dan gangguan konduksi hanya menyebabkan bahaya kecil bagi orang lain.

Sedang: jumlah masalah konduksi dan efek pada orang lain berada di tengah-tengah antara ”ringan” dan ”berat.”

Berat: banyak masalah konduksi yang melebihi dari apa yang diperlukan untuk membuat diagnosis atau gangguan konduksi menyebabkan bahaya yang cukup besar bagi orang lain.

Gangguan Konduksi (Gangguan Tingkah Laku) 2

1. Epidemiologi

Gangguan konduksi adalah sering ditemukan selama masa remaja dan masa anak-anak. Diperkirakan 6 sampai 16 persen anak laki-laki dan 2 sampi 9 persen anak perempuan dibawah usia 18 tahun memiliki gangguan. Gangguan adalah lebih sering di antara anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dan rasio terentang dai 4 berbanding 1 sampai 12 berbanding 1. Gangguan konduksi adalah lebih sering pada anak-anak yang orang tuanya memiliki gangguan kepribadian antisosial dan ketergantungan alkohol dibandingkan pada populasi umum. Prevalensi gangguan konduksi dan perilaku antisosial adalah secara bermakna berhubungan dengan faktor sosioekonomi.

2. Etiologi

Tidak ada faktor tunggal yang berperan dalam perilaku antisosial anak-anak dan gangguan konduksi. Malahan, berbagai faktor biopsikososial adalah terlibat dalam perkembangan gangguan.

Faktor parental. Beberapa sikap orang tua dan cara membesarkan anak yang salah mempengaruhi perkembangan perilaku maladaptif anak. Kondisi rumah yang kacau adalah berhubungan dengan gangguan konduksi dan kenakalan. Tetapi rumah yang kacau saja tidak sebagai penyebab yang bermakna; ia adalah percekcokan antara orang tua yang menyebabkan gangguan konduksi. Psikopatologi orang tua, penyiksaan anak, dan pelantaran seringkali berperan dalam gangguan konduksi. Sisioparik, ketergantungan alkohol, dan penyalahgunaan zat pada orang tua adalah berhubungan dengan gangguan konduksi pada anak-anaknya.

Faktor sosiokultural. Teori sekarang menyatakan bahwa anak-anak yang kekurangan secara sosioekonomi dan tidak mampu mencapai status dan mendapatkan barang-barang materi yang cukup melalui cara yang dibenarkan adalah dipaksa untuk mengambil jalan yang tidak dapat diterima secara sosial utnuk mecapai tujuan tersebut dan bahwa perilaku tersebut adalah normal dan dapat diterima di bawah kondisi kekurangan sosioekonomi, karena anak-anak adalah mengikuti dalam nilai-nilai subkulturnya sendiri.

Faktor psikologis. Anak yang dibesarkan dalam kondisi yang kacau dan menelantarkan biasanya menjadi marah, mengacau, menuntut, dan tidak mampu secara progresif mengembangkan toleransi terhadap frustasi yang diperlukan untuk hubungan yang matur. Karena model perannya adalah buruk dan sering berganti-ganti, dasar untuk mengembangkan ego ideal dan konsistensi adalah tidak ada. Anak-anak ditinggalkan dengan sedikit motivasi untuk mengikuti norma masyarakat dan relatif tanpa penyesalan.

Faktor neurobiologis. Faktor neurobioligis dalam gangguan konduksi masih sedikit dipelajari. Tetapi penelitian pada gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas (GDAH) memberikan beberapa temuan yang penting, dan gangguan konduksi dan GDAH seringkali terjadi bersama-sama.

Penyiksaaan dan penganiayaan anak. Anak-anak yang mengalami kekerasan untuk jangka waktu yang lama, terutama yang mengalami penyiksaan fisik, sering berkelakuan dalam cara yang agresif. Anak-anak tersebut memiliki kesulitan dalam mengucapkan perasaan mereka, dan kesulitan tersebut meningkatkan kecenderungan mereka untuk mengekspresikan diri mereka secara fisik. Disamping itu, anak-anak dan remaja yang disiksa dengan kejam cenderung menjadi waspada secara berlebihan.

Faktor lain. GDAH, disfungsi atau kerusakan sistem saraf pusat, dan temperamen awal yang ekstrem dapat mempredisposisikan seorang anak pada gangguan konduksi. Kecenderungan untuk kekerasan adalah berhubungan dengan disfungsi sistem saraf pusat dan tanda psikopatologi yang parah, seperti kecenderungan delusional.

Gangguan Konduksi (Gangguan Tingkah Laku)

Ciri inti dari gangguan konduksi adalah pola perilaku yang berulang dan menetap di mana hak dasar orang lain atau norma sosial yang sesuai dengan usia adalah dilanggar. Perilaku harus ditemukan selama sekurangnya enam bulan untuk dapat memenuhi persyaratan diagnosis. Kriteria dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV) adalah serupa dengan kriteria dalam edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R) dimana tiga perilaku spesifik adalah diperlukan untuk diagnosis, tetapi DSM-IV telah menambahkan daftar gejala potensial dari 13 menjadi 15. Dua gejala baru yang ditemukan dalam DSM-IV tetapi tidak ditemukan dalam DSM-III-R adalah ”sering menggertak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain” dan ”sering keluar malam walaupun dilarang orang tua, yang dimulai sebelum usia 13 tahun.” DSM-IV juga menyebutkan membolos dari sekolah harus dimulai sebelum usia 13 tahun untuk dapat dianggap gejala gangguan konduksi. Gangguan dapat didiagnosis pada orang yang berusia lebih dari 18 tahun hanya jika kriteria untuk gangguan kepribadian antisosial tidak terpenuhi.

DAM-II-R membagi gangguan konduksi menjadi tiga subtipe: tipe kelompok, tipe agresif sendirian, dan tipe tidak didiferensiasi. DSM-AI membagi gangguan konduksi menjadi dua tipe dengan memperhatikan onset usianya: tipe onset masa anak-anak dan tipe onset masa remaja. Pada tipe onset masa anak-anak, sekurangnya satu masalah tingkah laku harus memiliki onset sebelum usia 10 tahun. DSM-IV juga menyebutkan keparahan, terentang dari ringan (beberapa jika ada masalah tingkah laku yang melebihi apa yang diperlukan untuk membuat diagnosis dan masalah tingkah laku yang menyebabkan sedikit kerugian bagi orang lain), sedang (pertengahan antara ringan dan berat), dan berat (banyak masalah tingkah laku yang melebihi kriteria diagnostik minimal atau masalah tingkah laku menyebabkan kerugian yang besar bagi orang lain).

Terapi Gangguan Menentang Oposisional

Terapi primer untuk gangguan menentang oposisional adalah psikoterapi individual bagi anak-anak dan konseling dan latihan langsung bagi orang tua dalam keterampilan menangani anak.

Ahli terapi perilaku menekankan mengajarkan orang tua bagaimana mengubah perilaku mereka untuk menghentikan perilaku oposisional anak dan mendorong perilaku yang tepat. Terapi perilaku dipusatkan pada dorongan dan pujian selektif terhadap perilaku yang sesuai dan mengabaikan atau tidak mendorong perilaku yang tidak diinginkan.

Klinisi yang mengobati pasien dengan psikoterapi individual harus mengingat bahwa pola keluarga adalah kaku dan sulit diubah kecuali anak-anak sendiri memiliki tipe hubungan objek yang baru dan ahli terapi. Dalam hubungan terapetik, anak-anak dapat menghidupkan kembali pengalaman yang mengancam otonomi yang menyebabkan pertahanan mereka. Dalam keamanan hubungan yang tidak mengendalikan, mereka dapat mengerti sifat merusak diri sendiri dari perlaku mereka dan risiko mengekspresikan diri sendiri secara langsung. Perasaan rendah diri mereka harus dipulihkan sebelum pertahanan mereka terhadap pengendalian eksternal dapat dihilangkan. Dengan cara tersebut, kemandirian menggantikan pertahanan habitual yang telah dibentuk dengan berdasarkan memperhatikan keterpisahan pasien, pasien siap mengerti sumber pertahanan dan mencoba perilaku menghadapi masalah yang baru.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis Gangguan Menentang Oposisional

Perjalanan penyakit dan prognosis anak dengan gangguan menentang oposisional tergantung pada banyak variabel, termasuk keparahan gangguan, kestabilannya dengan berjalannya waktu, kemungkinan gangguan komorbid (diagnosis ganda) (seperti gangguan konduksi, gangguan belajar, gangguan mood, dan gangguan pemakaian zat), dan derajat keutuhan keluarga.

Kira-kira seperempat dari semua anak yang mendapatkan diagnosis gangguan menentang oposisional mungkin tidak lagi memenuhi persyaratan gangguan tersebut dalam beberapa tahun kemudian. Tidak jelas pada kasus tersebut apakah kriteria mencakup anak yang perilakunya tidak abnormal secara perkembangan atau apakah gangguan dengan spontan menghilang. Pasiaen tersebut memiliki prognosis yang terbaik.

Pasian denga diagnosis yang tetap mungkin tetap stabil atau menjadi melanggar hak orang lain, yang menyebabkan gangguan konduksi. Pasien tersebut harus mendapatkan prognosis dengan berhati-hati. Prikopatologi parental, seperti gangguan kepribadian, antisosial dan penyalahgunaan zat, tampaknya lebih sering terjadi pada keluarga dengan anak dengan gangguan menentang oposisional tergantung pada derajat fungsi dalam keluarga dan pada perkembangan psikopatologi komorbid.

Diagnosis Banding Gangguan Menentang Oposisional

Karena perilaku oposisional adalah normal dan adaptif pada stadium perkembangan tertentu, periode negativisme tersebut harus dibedakan dari gangguan menentang oposisional. Perilaku oposisional stadium perkembangan adalah memiliki durasi yang pendek dibandingkan gangguan menentang oposisional dan tidak lebih sering atau lebih kuat dibandingkan yang terlihat pada anak lain dengan usia mental yang sama.

Gangguan menentang oposisional yang terjadi secara sementara sebagai reaksi terhadap stres yang berat harus didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian.

Jika ciri-ciri gangguan menentang oposisional tampak selam perjalanan gangguan konduksi, skizofrenia, atau selama suatu gangguan mood, diagnosis gangguan menentang oposisional tidak boleh dibuat.

Perilaku oposisional dan negativistik mungkin juga ditemukan pada gangguan menentang oposisional, gangguan kognitif, dan retardasi mental. Apakah diagnosis bersama gangguan menentang oposisional harus diberikan adalah tergantung pada keparahan, meresapnya, dan lamanya perilaku tersebut.

Beberapa anak kecil yang mendapatkan diagnosis gangguan menentang oposisional memerlukan waktu beberapa tahun untuk memenuhi kriteria gangguan konduksi. Beberapa penliti percaya bahwa dua gangguan tersebut merupakan varian perkembangan satu sama lainnya, dengan gangguan konduksi merupakan perkembangan alami dari gangguan menentang oposisional jika anak menjadi matur. Tetapi, sebagian besar anak dengan gangguan menentang oposisional selanjutnya tidak memenuhi kriteria untuk gangguan konduksi, dan sampai seperempat anak-anak dengan gangguan menentang oposisional tidak memenuhi diagnosis untuk kedua gangguan setelah beberapa tahun kemudian. Secara keseluruhan, konsensus terakhir menyatakan bahwa, walaupun gejala tertentu gangguan konduksi (sebagai contohny, berkelahi dan menggertak) tampaknya terjadi pada anak-anak dengan gangguan menentang oposisional, dua gangguan tetap terpisah berdasarkan gangguan anak secara keseluruhan, dengan gangguan menentang oposisional menghasilkan disfungsi yang lebih sedikit dibandingkan gangguan konduksi.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Menentang Oposisional

A. Pola perilaku negativistik, bermusuhan, dan menentang yang berlangsung sekurangnya 6 bulan, selama mana terdapat empat (atau lebih) berikut ini:

(1) Sering hilang kendali kemarahan

(2) Sering berdebat dengan orang tua

(3) Sering secara aktif mengabaikan atau menolak patuh dengan permintaan atau peraturan orang tua

(4) Sering secara sengaja mengganggu orang lain

(5) Sering menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kekeliruannya

(6) Sering mudah tersinggung atau mudah diganggu oleh orang lain

(7) Sering marah dan membenci

(8) Sering mendengki dan ingin membalas dendam

Catatan: dianggap memenuhi kriteria hanya jika perilaku terjadi lebih sering dari yang biasanya terlihat pada individu dengan usia dan tingkat perkembangan yang sebanding.

B. Gangguan dalam perilaku menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.

C. Perilaku tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu gangguan psikotik atau gangguan mood.

D. Tidak memenuhi kriteria untuk gangguan konduksi dan, jika individu adalah 18 tahun atau lebih, tidak memenuhi kriteria untuk gangguan kepribadian antisosial.

Gangguan Menentang Oposisional 2

1. Epidemiologi

Perilaku oposisional dan negativistik mungkin normal secara perkembangan pada masa anak-anak awal. Penelitian epidemiologi terhadap sifat negativistik pada populasi nonklinis menemukan gangguan antara 16 dan 22 persen anak usia sekolah. Walaupun gangguan menentang oposisional dapat dimulai seawal usia 3 tahun, biasanya dimulai pada usia 8 tahun dan biasanya tidak lebih dari masa remaja.

Gangguan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan sebelum pubertas, dan rasio jenis kelamin kemungkinan sama setelah pubertas. Satu ahli menyatakan bahwa anak perempuan lebih sering diklasifikasikan menderita gangguan oposisional dibandingkan anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih sering mendapatkan diagnosis gangguan konduksi.

Tidak ada poka keluarga yang jelas, tetapi hampir semua orang tua anak-anak dengan gangguan menentang oposisional adalah terlalu memperhatikan masalah kekuasaan, kontrol, dan otonomi. Beberapa keluarga memiliki beberapa anak yang bandel, ibu yang mengendalikan dan depresif, dan ayah yang pasif-agresif. Pada banyak kasus pasien merupakan anak yang tidak diinginkan.

2. Etiologi

Memaksakan keinginan diri sendiri dan menentang keinginan orang lain adalah penting untuk perkembangan normal. Hal ini berhubungan dengan pembentukan otonomi seseorang, membentuk identitas, dan menentukan standar dan kendali dalam diri. Contoh yang paling dramatis dari perilaku oposisional normal memuncak antara usia 18 dan 24 bulan, yaitu dua yang menakutkan (terrible two), saat anak mulai berkelakuan secara negativistik sebagai ekspresi otonimi yang sedang berkembang. Patologi mulai jika fase perkembangan menetap secara abnormal, tokoh berkuasa bereaksi secara berlebihan, atau perilaku oposisional lebih sering terjadi dibandingkan pada sebagian besar anak dengan usia mental yang sama.

Anak-anak mungkin memiliki predisposisi konstitusional atau temperamental untuk keinginan yang kuat, kesukaan yang kuat, atau pemaksaan yang besar. Jika kekuasaan dan kendali adalah masalah bagi pasien atau jika mereka menunjukan kekuasaan untuk kebutuhan mereka sendiri, dapat terjadi perjuangan yang menentukan stadium perkembangan gangguan menentang oposisional. Apa yang dimulai bagi bayi sebagai usaha untuk menegakkan penentuan diri (self-determination) menjadi ditransformasikan sebagai suatu pertahanan terhadap ketergantungan yang berlebihan pada ibu dan sebagai alat perlindungan terhadap serangan ke dalam otonomi ego. Pada masa anak-anak akhir, traumata lingkungan, penyakit, atau inkapasitas kronis, seperti keterbelakangan mental, dapat memicu oposisionalisme sebagai suatu pertahanan terhadap ketidakberdayaan, kecemasan, dan hilangnya hargadiri. Stadium oposisional normatif lain terjadi pada masa remaja sebagai ekspresi untuk menegakkan edentitas yang otonom.

Teori psikoanalitik klasik melibatkan konflik yang tidak terpecahkan yang berkembang selama periode anal. Ahli teori perilaku telah menyatakan bahwa oposisionalisme merupakan perilaku yang didorong dan dipelajari dengan mana anak menunjukan kendali terhadap tokoh yang berkuasa – sebagai contohnya, melakukan temper tantrum jika diminta beberapa tindakan yang tidak disukai, anak memaksa orang tua untuk menarik permintaan mereka. Disamping itu, meningkatnya perhatian orang tua – sebagai contohnya, diskusi yang lama tentang perilaku – dapat mendorong perilaku.

Gangguan Menentang Oposisional

Gangguan menentang oposisional (opositional defiant disorder) adalah suatu pola negativistik, permusuhan, dan perilaku menentang yang terus menerus tanpa adanya pelanggaran yang serius terhadap norma sosial atau hak orang lain. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM-IV) mendefinisikan gangguan sama seperti definisi DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), dengan sedikit modifikasi berikut. Dama DSM-IV, stu kriteria diagnostik telah dihilangkan (sering bersumpah atau menggunakan bahasa yang cabul), dan hanya empat, bulan lima, gejala yang diperlukan untuk diagnosis. Gangguan tidak dapat didiagnosis jika kriteria untuk gangguan konduksi adalah terpenuhi. Tidak seperti gangguan konduksim gangguan menentang oposisional tidak dapat didiagnosis jika gejala timbul semata-mata selama gangguan mod atau gangguan prikotik. Gejala yang paling sering dari gangguan menentang oposisional adalah yang berikut ini: sering kehilangan kendali, sering berdebat dengan orangtua, sering secara aktif menentang atau menolak mematuhi permintaan atau peraturan orang tua, sering dengan sengaja melakukan hal lain untuk mengganggu orang lain, dan sering menyalahkan orang lain karena kesalahannya sendiri.

Terapi Gangguan Membaca

Terapi terpilih untuk gangguan membaca adalah pendekatan pendidikan pengobatan (remedial educational approach), tetapi, kemanjuran relatif berbagai strategi mengajar pengobatran adalah kontroversial.

Satu metoda yang sering digunakan, dikembangkan oleh Samuel Orton, mendorong perhatian terapetik untuk menguasai unit fonetik sederhana, diikuti dengan mencampurkan unit tersebut menjadi kata dan kalimat. Suatu pendekatan yang secara sistematis menggunakan beberapa indra adalah dianjurkan. Alasan untuk hal tersebut dan metoda yang serupa adalah bahwa kesulitan anak-anak dalam menangani huruf dan duku kata adalah dasar dari kegagalan untuk belajar membaca; dengan demikian, jika mereka diajarkan untuk menghadapi tulisan, mereka akan belajar membaca.

Seperti dalam psikoterapi, hubungan ahli terapi dan pasian adalah penting untuk keberhasilan hasil terapi dalam terapi pendidikan pengobatan.

Anak-anak dengan gangguan membaca harus ditempatkan dalam kelas yang sedekat mungkin dengan tingkat fungsioanal sosialnya dan diberikan tugas pengobatan khusus dalam membaca. Masalah emosional dan perilaku yang ada bersama-sama harus diobati dengan cara psikoterapi yang sesuai. Konseling parental mungkin juga menolong.

Perjalanan Penyakit Dan Diagnosis Gangguan Membaca

Kendati pun tanpa bantuan pengobatan, banyak anak dengan gangguan membacaakan memperoleh sedikit informasi tentang bahasa tercetak selama dua tahun pertama dalam sekolah dasar. Pada akhir kelas satu, beberapa anak telah belajar bagaimana membaca beberapa kata. Tetapi, jika tidak diberikan intervensi pendidikan pengobatan pada kelas tiga, anak tetap terganggu membacanya. Dalam keadaan yang paling baik, anak diklasifikasikan dalam risiko untuk mengalami gangguan membaca selama tahun-tahun sekolah taman kanak-kanak atau pada awal kelas satu.

Jika pengobatan diberikan segera, kadang-kadang dapat dihentikan pada akhir kelas satu atau dua. Pada kasus yang berat dan tergantung pada pola kelemahan dan kekuatan, pengobatan dapat dilanjutkan sampai tahun-tahun sekolah menengah pertama dan atas. Anak-anak yang telah mengkompensasi dengan memuaskan ataupun pulih dari gangguan membaca awal adalah banyak ditemukan dalam keluarga dengan latar belakan sosioekonomi yang maju.

Gambaran Klinis gangguan membaca

Gangguan membaca biasanya tampak pada usia 7 tahun (kelas dua). Pada kasus berat, bukti-bukti kesulitan membca mungkin tampak pada umur 6 tahun (kelas satu). Kadang-kadang gangguan membaca terkompensasi pada tingkat dasar awal, terutama jika disertai dengan skor yang tinggi pada tes kecerdasan. Pada kasus tersebut gangguan mungkin tidak terlihat sampai umur 9 tahun (kelas empat) atau lebih lambat.

Anak dengan gangguan membaca membuat banyak kesalahan dalam membaca oralnya. Kesalahan membaca diitandai oleh menghilangkan, menambahkan, atau penyimpangan kata. Anak-anak tersebut memiliki kesulitan dalam membedakan antara karakter dan ukuran huruf yang tercetak, terutama yang dibedakan hanya oleh orientasi ruang dan panjang garis. Masalah dalam menangani bahasa tercetak atau tertulis mungkin terbatas pada huruf tertentu, kalimat, dan bahkan pada seluruh halaman. Kecepatan membaca anak adalah lambat, seringkali dengan pemahaman yang minimal. Sebagian besar anak dengan gangguan memebca memiliki kemampuan menyalin dari teks tertulis atau tercetak yang sesuai dengan usianya, tetapi hampir semuanya adalah pengeja yang buruk.

Masalah penyerta adalah kesulitan bahsa, yang terlihat sebagai gangguan diskriminasi bunyi dan kesulitan dalam mengurutkan kata dengan tepat. Anak dengan gangguan membaca mungkin memulai huruf di pertengahan atau pada akhir kalimat yang tercetak atau tertulis. Kadang-kadang, anak tersebut memindahkan huruf yang akan dibaca karena burukny pencapaian pengurutan kiri ke kanan. Kegagalan dalam mengingat dan menemukan yang menetap menyebabkan pengingatan nama dan bunyi huruf yang buruk.

Sebagian besar anak dengan gangguan membaca yang tidak menyukai membaca dan menulis menghindarinya. Kecemasan mereka meningkat jika mereka dihadapkan dengan tuntutan yang melibatkan bahasa tertulis.

Sebagian besar anak dengan gangguan membaca yang tidak mendapatkan pendidikan pengobatan memiliki rasa malu dan rendah diri karena kegagalan mereka yang terus menerus dan frustasi. Perasaan tersebut menjadi semakin kuat dengan berjalannya waktu. Anak yang lebih besar cenderung marah dan terdepresi, dan mereka menunjukan harga diri yang buruk.

Gangguan Membaca 2

1. Diagnosis

Ciri diagnostik utama gangguan membaca adalah pencapaian membaca yang jelas dibawah kapasitas intelektual seseorang (Tabel 36.1-1). Ciri karakteristik lain adalah kesulitan dalam mengingat, evokasi, dan mengikuti huruf dan kata yang dicetak dalam memproses konstruksi tata bahasa yang sulit, dan dengan membuat kesimpulan. Secara klinis, pengamat terkesan oleh interaksi antara ciri emosional dan spesifik. Pengalaman kegagalan disekolah tampaknya menegakkan keraguan yang ada sebelumnya yang dimiliki beberapa anak tentang dirinya sendiri. Energi beberapa anak adalah sangat terikat pada konflik psikologisnya sehingga mereka tidak mampu menggunakan kemampuannya. Pemeriksaan psikiatrik harus menilai kebutuhan akan intervensi psikiatrik dan memutuskan terapi yang tepat.

Diagnosis gangguan membaca tidak dapat ditegakkan tanpa dikuatkan oleh tes pencapaian membaca yang baku, dan gangguan perkembangan pervasif dan retardasi mental harus disingkirkan.

2. Diagnosis Banding

Defisit dalam bahasa ekspresif dan diskriminasi diucapan biasanya ditemukan pada gangguan memebaca dan mungkin cukup parah sehingga membutuhkan diagnosis tambahan gangguan bahasa ekspresif atau gangguan bahasa reseptif/ekspresif campuran. Gangguan ekspresi tulisan seringkali ditemukan. Pada beberapa kasus terdapat ketidaksesuaian antara skor kecerdasan verbal dan kinerja. Defisit perseptual visual ditemukan hanya pada kira-kira 10 persen kasus.

Kesulitan membaca mungkin disebabkan terutama oleh gangguan menyeluruh dalam fungsi intelektual yang ditemukan pada retardasi mental, yang dapat diperiksa dengan memberikan tes kecerdasan baku.

Pendidikan sekolah yang tidak adekuat yang menyebabkan keterampilan membaca yang buruk dapat ditemukan dengan menemukan apakah anak lain dalam sekolah yang sama memiliki kinerja membaca yang buruk yang serupa pada tes membaca baku.

Gangguan mendengan dan visual harus disingkirkan dengan tes skrining.

Gangguan membaca seringkali menyertai gangguan emosional dan perilaku lain, terutama gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, gangguan konduksi, dan gangguan depresif, terutama pada anak-anak yang lebih tua dan remaja.


Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Membaca

A. Pencapaian membaca, seperti yang diukur oleh tes baku yang diberikan secara individual tentang keakuratan ata pemahaman membaca, adalah jelas dibawah tingkat yang diharapkan menurut usia kronologis pasien, inteligensia yang terukur, dan pendidikan yang sesuai dengan usia.

B. Gangguan dalam kriteria A secara bermakna mengganggu pencapaian akademik arau aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan keterampilan membaca.

Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan membaca adalah melebihi apa yang biasanya berhubungan dengannya.

Gangguan Membaca

Gangguan memebaca ditandai oleh gangguan kemampuan untuk mengenali kata, membaca yang lambat dan tidak tepat, dan pemahaman yang buruk tanpa adanya kecerdasan yang rendah atau deficit sensorik yang bermakna. Gangguan masa anak-anak yang relatif sering pada usia sekolah tampaknya berjalan dalam keluarga dan sering disertai dengan ekspresi tulisan, gangguan matematika, atau salah satu gangguan komunikasi. Disamping itu , anak-anak dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas memiliki resiko tinggi untuk gangguan membaca. Selama bertahun-tahun, berbagai label telah digunakan untuk menggambarkan ketidak mampuan membaca, termasuk “disleksia,” “keterbelakangan membaca,” “ketidakmampuan belajar,” “aleksia,” dan “kebutaan kata perkembangan.” Istilah “disleksia” telah digunakan secara luas selama bertahun-tahun untuk menggambarkan sindroma ketidakmampuan membaca yang sering termasuk defisit bicara dan bahasa dan kebingungan kanan dan kiri (right-left confusion). Saat menjadi jelas bahwa gangguan membaca seringkali disertai oleh ketidakmampuan dalam keterampilan akademik lain, pemakaian istilah ”disleksia” dihilangkan, dan istilah umum, seperti ”gangguan belajar,” mulai digunakan.

Walaupun tatanama kategori di dalam mana gangguan membaca dimasukan telah dimodifikasi dari gangguan perkembangan spesifik dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R) menjadi gangguan belajar (gangguan keterampilan akademik) dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), definisi gangguan membaca adalah sama. Pada dasarnya, pencapaian membaca dibawah tingkat yang diharapkan untuk usia, pendidikan, dan kecerdasan anak, dan gangguan cukup bermakna mempengaruhi keberhasilan akademik atau aktivitas harian yang melibatkan membaca. Menurut DSM-IV, jika ditemukan suatu kondisi neurologis atau gangguan sensorik, derajat ketidakmampuan membaca yang ditunjukan adalah melebihi yang biasanya menyertai kondisi tersebut.

Definisi DSM-IV tentang gangguan membaca adalah berbeda dari definisi International Classification of Disease revisi ke-10 (ICD-10). Menurut ICD-10, anak-anak dengan gangguan membaca spesifik seringkali memiliki riwayat gangguan bicara, bahasa, dan mengeja.

Terapi Gangguan Matematika

Terapi yang paling efektif sekarang ini untuk gangguan matematika adalah pendidikan pengobatan. Terdapat kontroversi tentang perbandingan efektivitas berbagai terapi pendidikan pengobatan. Tetapi, konsensus sekarang ini adalah bahwa metoda dan material terapi digunakan hanya jika cocok untuk anak tertentu, gangguan, dan keparahan dan mudahnya rencana pengajaran. Project MATH, suatu program latiahan multimedia ”self-instructional” atau ”group-instructional,” telah berhasil untuk beberapa anak dengan gangguan matematika. Program komputer dapat menolong dan dapat meningkatkan kepatuhan terdapat usaha pengobatan. Koordinasi yang buruk dapat menyertai gangguan, sehingga aktivitas terapi fisik dan integrasi sensorik mungkin menolong.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis Gangguan Matematika

Gangguan matematika biasanya tampak pada saat anak berusia 8 tahun (kelas tiga). Pada beberapa anak gangguan tampak pada usia 6 tahun (kelas satu), dan pada anak lain tidak terlihat sampai usia 10 tahun (kelas lima) atau lebih lambat. Jadi sedikit data penelitian longitudinal tersedia untuk meramalkan pola perkembangan dan kemajuan akademik yang jelas dari anak-anak yang diklarifikasikan memiliki gangguan matematika dalam kelas sekolah dasar. Tetapi, anak dengan gangguan matematika sedang yang tidak diobati dan anak dengan kesulitan aritmatika yang tidak dapat dipecahkan dengan intervensi pengobatan yang intensif mungkin memiliki pola komplikasi, termasuk kesulitan akademik yang terus menerus, konsep diri yang buruk, depresi, dan frustasi. Komplikasi tersebut selanjutnya dapat menyebabkan keengganan masuk sekolah, membolos atau gangguan konduksi.

Gangguan Matematika 2

1. Diagnosis

Pada kasus gangguan matematika yang tipikal, pertanyan yang cermat tentang riwayat kinerja sekolah anak mengungkapkan kesulitan awal dengan subjek aritmatika. Diagnosis definitif dapat dibuat hanya setelah anak mengerjakan tes aritmatika baku yang diberikan secara individual dan nilainya jelas di bawah tingkat yang diharapkan, dengan mengingat sekolah dan kapasitas intelektual anak seperti yang diukur dengan tes kecerdasan baku. Gangguan perkembangan pervasif dan retardasi mental harus disingkirkan sebelum menegakkan diagnosis gangguan matematika. Kriteria diagnostik untuk gangguan matematika diberikan dalam Tabel 36.2-1.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Matematika

A. Pencapaian matematika, seperti yang diukur oleh tes baku yang diberikan secara individual, adalah jelas di bawah tingkat yang diharapkan menurut usia kronologis pasien, intelegensia yang terukur, dan pendidikan yang sesuai dengan usia.

B. Gangguan dalam kriteria A secara bermakna mengganggu pencapaian akademik atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan kemampuan matematika.

C. Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan dalam kemampuan matematika adalah melebihi apa yang biasanya berhubungan dengannya.

Catatan penilisan: jika terdapat kondisi medis umum (misalnya, neurologis) atau defisit sensorik, tiliskan kondisi tersebut pada Aksis III.

2. Diagnosis Banding

Kesulitan aritmatika yang ditemukan pada retardasi mental adalah disertai dengan gangguan menyeluruh pada fungsi intelektual. Pada kasus retardasi mental ringan yang jarang, keterampilan aritmatika mungkin secara bermakna dibawah tingkat yang diharapkan, menurut sekolah dan tingkat retardasi mental orang tersebut. Pada kasus tersebut diagnosis tambahan gangguan matematika harus dibuat, karena terapi kesulitan aritmatika dapat cukup menolong kesempatan anak untuk bekerja di masa dewasa.

Sekolah yang tidak adekuat kadang-kadang dapat menyebabkan kinerja aritmatika anak yang buruk pada tes aritmatika baku. Jika demikian, sebagian besar anak lain dalam kelas yang sama kemungkinan memiliki kinerja aritmatika yang sama buruknya.

Gangguan konduksi dan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas mungkin ditemukan bersama dengan gangguan matematika, dan pada kasus tersebut, kedua diagnosis harus dibuat.

Gangguan Matematika

Gangguan matematika sebenarnya adalah suatu ketidakmampuan dalam melakukan keterampilan aritmatika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang. Keterampilan aritmatika diukur dengan tes yang dibakukan dan diberikan secara individual. Tidak adanya kemampuan matematika yang diharapkan mengganggu kinerja sekolah atau aktivitas hidup sehari-hari, dan gangguan yang adalah melebihi dari gangguan yang menyertai defisit neurologis atau sensorik yang ada.

Gangguan matematika telah dikenali selama banyak dekade, seperti yang ditunjukan oleh banyaknya istilah yang telah digunakan, tetapi tidak dikenali sebagai gangguan psikiatrik sampai tahun 1980 dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga (DSM-III). Terminologi di masa lalu untuk gangguan ini adalah ”sindrom Gerstmann,” ”diskalkulia,” ”gangguan aritmatika kongenital,” ”akalkulia,” dan ”gangguan aritmatika perkembangan.”

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), gangguan matematikan adalah salah satu gangguan belajar. Gangguan dalam empat kelompok keterampilan telah diidentifikasi pada gangguan matematika: keterampilan linguistik (yang berhubungan dengan mengerti istilah matematika dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika), keterampilan perseptual (kemampuan mengenali dan mengerti simbol dan mengurutkan kelompok angka), keterampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dasar dan urutan operasi dasar), dan keterampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati simbol operasional dengan benar).

Gangguan lain seringkali menyertai gangguan matematika, termasuk gangguan membaca, gangguan koordinasi perkembangan, dan gangguan bahasa reseptif/ekspresif campuran. Tidak seperti DSM-IV, gangguan yang sama dalam International Classification of Disease revisi ke-10 (ICD-10) tidak memasukkan ketidakmampuan membaca dan mengeja.

1. Epidemiologi

Prevalensi gangguan matematika belum diteliti dengan baik dan dapat diperkirakan dengan kasar sebesar 6 persen dari anak-anak usia sekolah yang tidak mengalami retardasi mental. Besarnya keterbatasan pendidikan mempengaruhi angka tersebut adalah tidak jelas. Data tidak berarti bahwa anak dengan gangguan belajar atau ketidakmampuan bahasa lainnya. Rasio jenis kelamin gangguan matematika masih diteliti. Gangguan mungkin lebih sering pada anak perempuan dari pada anak laki-laki.

2. Etiologi

Penyebab gangguan matematika adalah tidak diketahui. Suatu teori awal mengajukan defisit neurologis dihermisfer serebral kanan, terutama di lobus osipitalis. Daerah tersebut adalah bertanggung jawab untuk memproses stimuli visual-spasial yang, sebaliknya, adalah bertanggung jawab untuk keterampilam matematika. Tetapi, keabsahan teori tersebut mendapatkan sedikit dukungan pada penelitian neuropsikiatrik setelahnya.

Pandangan sekarang adalah bahwa penyebabnya adalah multifaktorial. Faktor maturasional, kognitif, emosional, pendidikan, dan sosioekonomi menyebabkan berbagai derajat dan kombinasi untuk gangguan matematika. Dibandingan dengan membaca, kemampuan aritmatika tampaknya lebih tergantung pada jumlah dan kualitas instruksi.

Terapi Gangguan Ekspresi Tulisan

Gangguan ekspresi menulis berespon terhadap terapi. Terapi yang terbaik sekarang ini adalah pendidikan pengobatan. Walaupun terus terdapat kontroversi tentang efektivitas berbagai cara menulis ekspresif pengobatan, suatu pemberikan terapi menulis kreatif dan ekspresif yang berhadap-hadapan secara intensif dan kontinu yang dirancang secara individual tampaknya menunjukan hasil akhir terapi yang paling baik. Guru pada sekolah khusus mencurahkan perhatiannya selama dua jam sehari untuk instruksi menulis tersebut.

Terapi gangguan memerlukan hubungan pasien dan ahli terapi yang optimal, seperti dalam psikoterapi. Keberhasilan atau kegagalan dalam mempertahankan motivasi pasien sangat mempengaruhi kemanjuran terapi jangka panjang.

Masalah emosional dan perilaku penyerta atau sekunder harus diperhatikan secara langsung, dengan terapi psikiatrik yang sesuai dan konseling orangtua.