Selasa, 16 Maret 2010

Penanganan Autisme

Walaupun autisme belum dapat disembuhkan, penelitian selama 30 tahun mendukung pentingnya program penanganan perilaku yang intensif, yang menerapkan prinsip – prinsip belajar untuk mengurangi perilaku yang mengganggu dan meningkatkan keterampilan belajar serta komunikasi pada anak – anak autistic (USDHHS, 1999). Tidak ada pendekatan penanganan lain yang memberikan hasil yang sama (Gill, 2001). Pendekatan perilaku didasarkan pada metode operan conditioning dimana reward dan hukuman secara sistematis diapliksikan untuk meningkatkan kemampuan anak memperhatikan orang lain, bermain dengan anak lain, mengembangkan keterampilan akademik dan menghilangkan perilaku selft-mutilative.

Karena anak – anak autistik menunjukan defisit perilaku, fokus utama dari modifikasi perilaku adalah pengembangan perilaku baru. Perilaku – perilaku baru ini dipertahankan dengan adanya reinforcer, sehingga penting untuk mengajarkan kepada anak – anak ini, yang sering berespons kepada orang lain seperti mereka n da mati untuk menerima orang lain sebagai reinforcer. Seseorang dapat dijadikan reinforcer dengan cara memasangkan pujian dengan reinforcer primer seperti makanan. Selanjutnya, reinforcer sosial (pujian) dan reinforcer primer (makanan) ini dapat digunakan untuk membentuk dan memberi contoh perilaku dikamar kecil, berbicara dan bermain sosial. Keterlibatan keluarga dan para terapis rumah dalam program ini membantu mempertahankan dan menggeneralisasikan perubahan perilaku (Romanczyk, 1986).

Teknik – teknik yang didasarkan pada pemusnahan (menahan pemberian reinforcer terhadap respon) kadang – kadang digunakan untuk menghilangkan perilaku selft-mutilative seperti membenturkan kepala. Namun cara ini sering kali gagal menghilangkan perilaku tersebut. Masalahnya terletak pada pola – pola perilaku repetitif seperti berayun didepan dan belakang serta perilaku self-injurious yang bertahan karena adanya reinforcer internal seperti meningkatnya stimulasi. Sehingga dihentikannya reinforcer sosial hanya akan berpengaruh kecil. Stumulasi avertif seperti memukul dan pada kasus ekstrem, kejutan listrik, dapat digunakan bila pendekatan yang lebih baik lunak terbukti tidak efektif. Stimulasi listrik yang sedang tetapi cukup menyakitkan dapat menghilangkan self-mutilation dalam penerapan selama satu menit (Lovaas, 1977). Penggunaan kejutan listrik pada anak – anak sudah tentu mengundang pertanyaan tentang moral, etika dan hukum. Lovaas mengatakan bahwa kegagalan untuk menghilangkan perilaku menyakiti diri menempatkan anak pada resiko yang lebih besar akan bahaya fisik dan tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mengikuti bentuk – bentuk terapi lain. Penggunaan stimulasi aversif seharusnya digabungkan dengan reinforcer positif bagi perilaku alternatif yang dapat diterima.

Program penanganan perilaku yang paling efektif amatlah intensif dan terstruktur, dengan banyaknya pemberian instruksi individual (Rapin, 1997). Contoh klasik adalah program yang dikembangkan oleh psikolog O. Ivar Lovaas dari UCLA. Pada penelitian klasik oleh Lovaas (1987), anak – anak autistik memperoleh lebih dari 40 jam terapi modifikasi perilaku secara individual setiap mingguny, selama minimal 2 tahun. Peningkatan signifikan dalam aspek intelektual dan pendidikan dilaporkan terjadi pada 9 dari 19 anak (47 %) dalam program tersebut. Anak – anak mengalami perbaikan mencapai skor IQ normal dan dapat berhasil dikelas 1 SD. Hanya 2% dari kelompok kontrol yang tidak menerima penanganan intensif mencapai hasil yang sama. Hasil penanganan tetap bertahan saat studi lanjutan ketika anak - anak berusia 11 tahun (McEachin, Smith, & Lovaas, 1993).

Walaupun program – program perilaku intensif dapat menghasilkan peningkatan yang mengagumkan, studi lanjutan jangka panjang masih belum menunjukan hasilnya. Kita juga mengetahui bahwa sebagian anak menunjukan kemajuan luar biasa dan lainnya tidak (Smith, 1999). Anak – anak yang berfungsi lebih baik pada awal penanganan umumnya akan menunjukan peningkatan paling tinggi.

Pendekatan biologis hanya memberikan pengaruh yang terbatas pada penanganan autisme. Hal ini dapat berubah. Penelitian menunjukan bahwa oabt – obatan yang meningkatkan aktifitas serotonin, seperti SSRI, dapat mengurangi pikiran dan perilaku repetitif serta agresivitas sehingga menghasilkan perbaikan dalam hubungan sosial dan penggunaan bahasa pada individu autistik dewasa (McDougle dkk., 1996). Efek dari obat – obatan ini pada anak – anak autistik masih perlu dilihat. Penelitian lain berfokus pada obat – obatan yang biasanya digunakan untuk menangani skizofrenia, seperti Haldol yang menghentikan aktivitas dopamin. Sejumlah penelitian terkontrol menunjukan bahwa Haldol membantu pada banyak kasusdalam mengurangi perilaku menarik diri dan perilaku motor repetitif (Seperti berayun kedepan dan belakang), agresifitas peravitas dan perilaku self-injurious (McBride dkk,. 1996). Kami tidak melihat perbaikan yang konsisten dari penggunaan obat terhadap perkembangan kognitif dan bahasa pada anak autistik.

Sifat – sifat autistik umumnya menetapkan hingga dewasa dalam taraf tertentu. Sebagian anak autistik memang dapat mencapai gelar sarjana dan mampu berfungsi secara independen (Rapin, 1997). Sebagian lagi membutuhkan penanganan sepanjang hidup mereka, bahkan mendapatkan perawatan dan tinggal di institusi. Bahkan pada individu autistik dewasa yang memiliki tingkat fungsional paling tinggi pun tetap memiliki defisit pada keterampilan sosial dan komunikasi serta memiliki minat dan aktivitas yang amat terbatas (APA, 2000).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar