Selasa, 16 Maret 2010

Perspektif Teoretis Autisme

Penyebab autisme belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan abnormalitas otak. Awalnya, dari sudut pandang yang mendiskreditkannya, penyebab tidak adanya kontak sosial pada anak autistik dikatakan sebagai reaksi terhadap orang tua yang dingin jarak “lemari es emosional” yang kurang memiliki kemampuan untuk menciptakan hubungan yang hangat dengan anak – anak mereka. Penelitian – penelitian tidak dapat membuktikan asumsi ini (yang dianggap menghancurkan hati banyak orang tua) bahwa mereka dingin dan jauh (Hoffmann & Prior, 1982). Sudah tentu ada benarnya bahwa anak – anak autistik tidak memiliki hubungan yang cukup baik dengan orang tua mereka, tetapi hubunan sebab akibatnya masih diragukan. Penolakan orang tua tidak menyebabkan autisme, tetapi orang tua dapat berubah menjadi mngambil jarak karena usaha – usaha mereka untuk berhubungan dengan anak berkali – kali gagal. Jadi sikap menjauh merupakan akibat dari autisme, bukan penyebab.

Psikolog O. Ivar Lovaas dan kawan – kawan (1979) menwarkan perspektif belajar – kognitif dari autisme. Mereka menyatakan bahwa anak – anak autistik memiliki defisit perseptual sehingga mereka hanya dapat memproses satu stimulus saja pada waktu tertentu. Akibatnya mereka lambat belajar secara classical conditioning (asosiasi terhadap stimuli). Berdasarkan perspektif teori belajar, anak – anak menjadi terikat dengan pengasuh utama mereka karena diasosiasikan dengan reinforcer primer seperti makanan dan pelukan. Anak – anak autistik memperhatikan makanan atau pelukan, tetapi tidak menghubungkan dengan orang tua.

Para teoretikus kognitif memfokuskan jenis – jenis defisit kognitif yang diperlihatkan oleh anak – anak autistik dan kemungkinan hubungan diantaranya. Anak – anak autistik tampaknya mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan informasi dari berbagai indra (Rutter, 1983). Pada waktu – waktu tertentu mereka tampak terlalu sensitif pada rangsangan. Pada waktu lainnya mereka menjadi amat tidak sensitif sehingga pengamat akan bertanya – tanya apakah mereka tuli. Defisit perseptual dan kognitif tampaknya mengurangi kapasitas mereka untuk menggunakan informasi untuk memahami dan menerapkan aturan – aturan sosial.

Namun apa yang menyebabkan defisit perseptual dan kognitif ini? Berbagai hendaya yang dihubungkan dengan autisme, termasuk retardasi mental, defisit bahasa, perilaku motorik yang aneh, bahkan seizure, menunjukan adanya gangguan neurologis yang melibatkan suatu bentuk kerusakan otak atau ketidakseimbangan kimiawi saraf dalam otak (Perry dkk., 2001; Stokstad, 2001). Bukti – bukti dari pemeriksaan pindai MRI dan PET menunjukan abnormalitas pada otak anak laki – laki dan pria dewasa yang menyandang autisme, termasuk membesarnya ventrikel yang mengindikasikan hilangnya sel – sel otak (Haznedar dkk., 2000, Piven dkk., 1997). Namun para peneliti belum menentukan kerusakan otak seperti apa yang dapat menjadi penyebab autisme (Rapin, 1997; Zilbovicius dkk., 1995). Mungkin autisme berasal dari penyebab majemuk yang melibatkan lebih dari satu tipe abnormalitas otak (Ritvo & Ritvo, 1992). Para ahli menduga bahwa penyebab yang mendasari autisme dapat berasal dari kerusakan terhadap bayi dalam kandungan (O`Connor, 2001b; Stokstad, 2001). Pada akhirnya autisme tetap menjadi misteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar